0

Terdiam dalam Diam

Posted by amelia yahya on 2:21 AM
Sepi dalam keramaian
Sunyi dalam kebisingan
Hampa dalam kemeriahan
Sendiri dalam kebersamaan

Raga ku di sini,
tapi tidak dengan jiwaku
Tubuhku di sini,
tapi tidak dengan hatiku

Aku rindu sesuatu yang tidak tahu apa itu
Aku ingin sesuatu yang entah apa itu
Aku merasakan sesuatu, tidak mengerti apa itu
Diam. Aku hanya ingin dan hanya bisa diam

Melangkah pun aku tak ingin
Menatap sekeliling dengan rasa enggan
Terhentak rasa di relung hati
Ingin rasanya pergi tapi aku tetap di sini

Pandangan kosong pada pancaran mata
Kehambaran yang terasa pada sebuah senyum
Kerlingan bening terlihat pada bola mata
Tertunduk terpaku pada satu waktu

Dan, aku masih tetap di sini

0

Sujud ku

Posted by amelia yahya on 5:11 PM
Langkah laki perlahan menuju tujuan
Dentingan jarum menyerngit
Memekakkan telinga
Begitupun kaki tetap terayun
Wajah tertunduk tersipu
Lantunan nada indah dalam ayat suci Mu
Menyejukkan relung hati yang kosong entah gundah

Kain terjulur nyata di atas lantai suci
Berharap, seolah meminta untuk dicium
Mata ini pun seolah mengerti dan langsung menurut
Terhirup udara pukul tujuh malam
Nikmat Tuhan mana lagi yang aku dustakan ?
Merunduk pasti meminta ridha-Nya
Membungkuk dan tesentuhlah kain pada kening
Yang bersih atau bahkan kotor, meskipun

MasyaAllah

Tiada lagi rasa damai
Bagaimana lagi kenyamanan
Saat sujud ku pada Mu melengkapi semuanya
Maka, nikmat Mu mana lagi yang aku dustkan ?



Karya : Amelia Yahya

1

Puisi buat Kamu

Posted by amelia yahya on 2:07 AM
"Apasih persahabatan itu ?" Hati kecilku seolah berbisik dan bertanya. Menggebu-gebu. Meronta-ronta.
Teman terbaik ? Teman terdekat ? Atau apa ?
Kamu yang pergi tapi pasti datang lagi.
Kamu yang memalingkan wajah tapi pasti menoleh
Kamu yang membuat lengkungan terbalik di wajahku
Tapi tak lupa membalikkannya kembali
Kamu yang mengulurkan tangan
Saat tubuhku lunglai terjatuh
Kamu di atas adalah kamu 😊😂
3 tahun bukan waktu yang sebentar. Sampai aku sangat mengenal pribadi kalian sampai ke akar
3 tahun juga bukan waktu yang lama untuk kita bercengkrama menceritakan kata demi kata perjalanan hidup kita.

Ini bukan perpisahan.
Hanya waktu dan tempat kita berjumpa yang berbeda.
Aku tetap sama.
Dan ku harap kau pun akan tetap sama

Dari benang yang kau rangkai
-Amelia Yahya

0

Kilasan Wajah 14 Mei

Posted by amelia yahya on 7:01 AM
Selesai.
Aku rasa semuanya telah benar-benar selesai. Hatiku sepenuhnya ikhlas melepas tiap langkahan kakinya. Pergi.
Seakan semua benalu yang melilit di setiap sisi otakku telah berhasil lepas.
Seketika. Dan sangat cepat ku rasa.
Hanya dengan kilasan wajah yang dapat ditangkap oleh pupil mata.
Fikiran itu kini tenang
Hati kembali berongga, lega

Lucu bila diingat
Tembok yang selama ini sulit untukku bangun
Tiba-tiba terbangun begitu saja
Dalam satu hari. Tidak. Mungkin hanya beberapa menit.
Bahkan terbangun sangat kokoh
Dan sepertinya sulit untuk dihancurkan.
Oleh orang yang pernah menghancurkannya. Dulu. Orang yang sama.

Aku rasa dengan kilasan wajah yang akan tertangkap oleh mata, otak, mungkin hatipun
Hati ini kembali menggebu, cepat
Detak semakin meronta, hebat
Rasa aneh kembali menyelimuti lagu yang ku lantunkan. Lagu itu. Ya. Lagu itu
Pintu semakin terbuka lebar
Hati ? Haha kau pasti tahu apa yang ku kira akan terjadi pada hati ini

Tapi realita tidak sedang sejalan dengan dugaan hari ini. Dugaan rasa. Dugaan hati
Pintu yang dulu masih terbuka lebar karena enggan untuk tertutup
Kini seperti ada angin kencang yang datang menghantam pintu itu dengan kencang
Seketika tertutup. Rapat.
Hati yang menggebu tak lagi ku rasa
Detak yang tak hentinya meronta, dulu
Kini kembali tenang. Bersikap normal
Rasa aneh dalam lagu yang ku lantunkan. Hilang.
Dan hati. Kini benar-benar kosong.
Pintu ? Tenang. Ia akan terbuka kembali untuk orang yang benar-benar mempunyai kuncinya. Bukan yang mencurinya.
Seseorang yang membukanya dengan tulus. Bukan mendobraknya
Bukan pula yang membukanya perlahan, dengan manis. Kemudian dihempaskan dengan kencang hingga berbentur dengan dinding. Miris.

Ini saat yang ku tunggu. Yang dahulu ku rasa mungkin waktu ini tak akan tiba. Atau mungkin sangat lama untuk datang. Tapi ternyata, dia datang lebih cepat. Alasannya ? Simple ternyata. Hanya dengan kilasan wajah. Lagi-lagi.
Kilasan wajah menjawab seribu pertanyaan yang mengisi benak mungkin hampir meluap

Lucu bila diingat (lagi)
Jarum berdetik, hati meronta
Berdetik lagi, masih meronta
Sampai kilasan wajah itu memantul pada bola mata
Jarum berdetik, tiada terasa (lagi). Aneh. Tapi itu adanya.

Waktu inilah yang aku tunggu.
Waktu di mana saat aku mendengar namanya, hatiku biasa saja.

Bekasi, 14 mei 2016
-Amelia Yahya-

1

Bagaikan Kopi Panas

Posted by amelia yahya on 9:02 AM
Aku rasa semuanya cukup. Sampai di sini. Jatuh terlalu dalam akan membuatku sakit bahkan mati. Semua mengalir begitu cepat, ini diluar keinginanku. Suatu hal yang tiba-tiba datang, lalu pergi. Sesaat. Namun berarti.Seakan aku sedang disugukan secangkir kopi panas, menggiurkan. Hangat saat ku hirup. Membuat aku terbawa dan memejamkan mata. Sampai akhirnya jiwaku kembali ke dalam alam nyata setelah berhasil pergi, dibawa entah kemana, mengikuti arah pesonanya. Panas di lidahku membuat aku tersadar akan suatu hal yang terselip dalam kehangatan dan kenikmatan kopi yang disugukan. Kehangatan yang sementara ku rasakan, tetapi perih karena panas di lidahku yang sangat menyerka bahkan bertahan lama.

1

Jarak

Posted by amelia yahya on 7:38 AM
Karya : Amelia Yahya


Ketika angin berhembus tepat di hadapanku
Ketika bau parfum itu berhasil masuk ke hidungku
Semua tercium begitu indah
Mataku mulai tertutup
Menikmati setiap helaan yang ku hirup

Kemana senyum yang dulu selalu mengembang ?
Kemana cinta yang dulu selalu ada ?
Kemana hati yang dulu selalu berbunga ?
dan
Kemana seseorang yang dulu ku cinta ?

Jarak diantara kita tak lagi bisa ku jangkau
Terlalu jauh dan sangat jauhh
Bukan berapa puluh kilometer
Bukan pula berapa ribu langkah
Tapi ku rasa ini lebih dari itu semua

Bukan masalah tempat di mana kita tinggal
Bukan masalah waktu yang menyibukkan kita
Bukan pula masalah seberapa sering komunikasi diantara kita
Ini jarak yang berbeda
Jarak yang ku rasa amat sangat menyiksa

Aku di sini
Kamu di sana
Kau dengan kebahagiaanmu sendiri
Begitu pula aku,
dengan kebahagiaanku sendiri

Intinya, aku bahagia dengan jarak yang ada diantara kita saat ini.
Meski ku rasa jarak itu terlalu jauh, amat sangat jauh.

0

Air (mata) Hujan

Posted by amelia yahya on 11:18 PM
"Kenapa lo bisa ada di sini ?"
aku mendapati seorang wanita berambut hitam pekat lurus sepinggang sedang menatapku heran.
"Lo ..... ?" tatapanku tak kalah heran.
"iya, gue. kenapa ?"


Hari itu. Langit hitam menggantung di awan. Bulir-bulir air yang jatuh dari awan mulai membasahi daun dan ranting pohon. Jalan aspal yang ku lalui kini berubah menjadi hitam pekat. Aku melaju dengan kecepatan tinggi karena seseorang menungguku di suatu tempat. Dia membutuhkanku. Jalanan sunyi sepi. Hingga suara gemuruh itu makin terdengar dari dalam mobilku. Tiba-tiba seseorang muncul dan berdiri tepat di hadapanku, memegang erat payung berwarna biru muda di tangan kirinya. Dia tersenyum ke arahku tanpa memperdulikan bunyi klaksonku sedikitpun. Jelas saja aku langsung menginjak rem mobilku dengan cepat karena laju mobilku yang ku akui lebih rata-rata.



Di tunda dulu yaa cerpennya. Aku mau tidur siang dulu hehee .. ditunggu yaa kelanjutan ceritanya. Thank youuu

1

Kembalilah ... Karena Aku Untukmu

Posted by amelia yahya on 10:35 PM
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2
1. Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
Pasal 72 :
1. Barangsiapa sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).









Berdiri di bawah terangnya lampu yang berada di dalam stasiun. Jarum pada jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri ku tepat tertuju pada angka 8. Suasana stasiun sunyi, sepi. Hanya hembusan angin yang menemaniku malam itu, dan sesekali ku dengar suara pemberitahuan kereta api yang masih terngiang-ngiang di telingaku. Aku menghembuskan nafas dan menebar pandangan ke sekelilingku. Hanya tinggal aku sendiri di bawah lampu ini, dan terlihat beberapa orang yang ku tafsir usianya hampir mencapai lima puluh duduk di tempat penantian kereta.
Sudah hampir dua jam aku berdiri di sini. Bukan karena kareta yang ku tunggu tak kunjung datang, tetapi, setiap kali kereta itu tepat berhenti di hadapanku, nampaknya aku akan sulit bernafas jika memaksakan diri untuk naik ke dalamnya. Jadi, ku putuskan untuk menunggu kereta selanjutnya, selanjutnya, dan selanjutnya, sampai keadaan stasiun seperti sekarang ini. Ini adalah menit ke tiga puluh dari keberangkatan kereta terakhir. Aku menghela nafas dengan dalam dan menghembuskannya perlahan.
“Drrrrrt drrrrt drrrrt drrrrrtttt”
Getaran handphone menyadarkan aku dari lamunanku. Segara ku ambil handphone dari dalam tas yang ku kaitkan di pundak kanan dan mendapati sebuah nama yang tertera di layar tersebut.
“Ha, ha, hallo” Sapaku terbata-bata.
“Apa kau percaya takdir, Ana ?” Suara laki-laki di seberang sana membuat aku mengkerutkan kening.
“Ummm, ya. Kenapa ?” Kini aku berjalan menuju kursi panjang yang berada tidak jauh dari tempatku berdiri.
“Berarti kau percaya bahwa aku dan kamu tidak akan pernah bisa terpisahkan”
Aku terdiam. Memikirkan apa maksud dari perkataan lawan bicaraku ini.
“Sampai kapan kau akan berada di sana ? Sudah ku bilang, tetaplah tinggal disini. Bersamaku, Ana”
Spontan aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. Meskipun aku tahu, dia tidak dapat meilhatnya.
“Dan sudah berapa kali aku bilang bahwa aku tidak mencintaimu, Airel !” Nada bicaraku kini naik satu oktaf.
“Aku juga sudah bilang, kalau kau itu adalah jodohku. Kau tidak bisa menolaknya” Nada bicaranya tetap tenang tapi kini seperti sedikit diiringi tawa yang menyindir
“Stop berbicara apa yang pernah kau bilang ! Aku tidak mau lagi mendengarnya ! Dan satu lagi, berhentilah bersikap seperti ini ! Semua yang kau ingin, tidak selamanya akan kau dapatkan !” Aku langsung menyentuh symbol berwarna merah pada layar handphoneku dan segera memasukkannya ke dalam tas setelah berhasil mematikannya.
“Hfffffh. Darimana dia tahu bahwa aku masih berada di sini ?” Aku memejamkan mataku dan menyandarkan kepalaku ke sandaran bangku panjang yang aku duduki.
“…..”
“Pulanglah Ana. Tempatmu di sini. Bersamaku. Selamanya.”
Aku membuka mataku perlahan, dia berdiri di hadapanku. Untuk apa dia kesini ?
“Mau apa lagi kau, Airel ?! Apa surat permintaan ceraiku itu tidak cukup ?!
Apalagi maumu ?!” Bentakku dengan cukup kencang, tetapi laki-laki yang berdiri di hadapanku ini tetap tersenyum.
“Kau” Jawabnya singkat tanpa menghilangkan lengkungan di wajahnya itu.
Aku menggeram pelan dan menatap matanya dengan tajam.
“Pulanglah, Ana. Kembalilah padaku” Kini laki-laki itu mengulurkan satu tangannya ke arahku yang dengan cepat dapat ku tangkis.
“Stop, Airel, stop !!! Berhenti memohon seperti itu ! Aku bukanlah untukmu ! Carilah kebahagiaanmu sendiri ! Dan aku pun akan mencari kebahagiaanku sendiri !” kini air mataku mulai mengalir membasahi pipiku.
“Kebahagiaanku adalah bersamamu.” Jawabnya datar. Seketika senyumnya menghilang.
“Aku mohon Airel, berhenti bersikap seperti anak kecil ! yang apa-apa harus dituruti” Air mataku terus mengalir bahkan kini semakin deras.
“Hssssh. Jangan menangis seperti ini, Ana. Aku tidak kuat melihatnya. Lagipula, siapa yang bersikap seperti anak kecil ? Aku hanya tidak ingin membuatmu menyesal karena telah mengambil keputusan yang salah. Karena aku sangat yakin bahwa kita ditakdirkan untuk bersama selamanya.” Jelasnya panjang lebar sambil mengusap keningku. Dia berhasil membawaku ke pelukannya karena kini dia duduk tepat berada disampingku. Tapi jujur, ini adalah salah satu hal yang memberatkan ku untuk pergi. Kehangatan yang dia berikan dalam dekapan selalu dapat menenangkanku dalam situasi apapun. Aku akui itu.
“Kenapa kau sangat yakin bahwa kita ditakdirkan untuk bersama selamanya ? Pernikahan ini ada karena perjodohan. Dan kita belum saling mengenal sebelumnya” aku makin membenamkan wajahku di dadanya yang bidang.
Dia mengangguk. Senyuman itu kembali nampak di wajahnya,
“Aku tahu itu. Aku juga baru menyadarinya beberapa minggu ini. Awalnya, aku juga menolak keras perjodohan itu. Dengan alasan, yaaa sama sepertimu. Pada saat itu aku tidak mengenalmu, bahkan posisiku saat itu aku sudah mempunyai seorang pacar yang niatnya akan ku perkenalkan kepada kedua orang tuaku dalam waktu dekat.” Aku mendongakkan wajahku untuk menatap wajahnya. Dia bercerita dengan sangat serius. Pandangannya lurus ke depan seoalah sedang memutar kembali ingatannya satu tahun lalu.
“Sudah tau punya pacar, kenapa kau tidak menolak perjodohan ini dan menikah dengan pacarmu itu ?! Dasar bodoh.” Aku kembali membenamkan wajahku.
Dia mengangkat bahunya dan tersenyum simpul.
“Aku juga tidak tahu. Sepertinya Tuhan memang menginginkan kita bersama. Sa …”
“Jangan mulai lagi, Airel !” Aku mencubit lengannya dengan wajah yang masih ku benamkan dalam dekapannya.
“Jangan suka memotong pembicaraan orang lain ! Itu tidak sopan !” Dia mencubit hidungku pelan yang dibalas dengan anggukan olehku.
“Saat itu aku menolak keras perjodohan itu dan tetap ingin memperkenalkan Firyal kepada kedua orang tuaku. Tapi ….”
“Oooooh, jadi namanya Firyal” Aku menganggung-ngangguk dalam dekapan Airel.
“Ck. Sudah ku bilang jangan suka memotong pembicaraan orang lain, isteriku … !” Ujarnya lembut sambil memainkan rambutku.
“……”
Suasana seketika menjadi hening. Aku terhenyak. Kami sibuk dengan fikiran kami masing-masing. “Isteriku.” Ucapku dalam hati. Aku adalah isterinya. Yaaa, aku adalah isterinya, dan dia adalah suamiku. Kami telah terikat dalam suatu ikatan suci, yaitu pernikahan. Dia bersikap baik kepadaku layaknya suami kepada isterinya selama satu tahun pernikahan kami. Meski aku tahu, dia tidak mencintaiku. Tapi, dia menghargai pernikahan ini. Ikatan suci ini. Apapun alasan kami menikah, kini kami sudah terikat pada suatu ikatan suci. Dan seharusnya aku harus bisa mempertahankan semua itu. Ini adalah takdir yang dituliskan-Nya untukku dan Airel. Yaaa. Aku percaya takdir. Seharusnya aku tidak bersikap seperti ini. Ooooh. Ternyata aku yang bersikap seperti anak kecil. Menghindar dan lari dari sebuah masalah. Bukan menghadapinya dengan dewasa. Aku malah membiarkan Airel, suamiku ini menghadapi semuanya sendirian. Padahal ini juga bukan kemauannya. Bukan kemauan kami. Tapi dia bisa menyikapi semuanya dengan tenang dan seolah semuanya baik-baik saja. Salut.
“Tapi, seperti yang aku bilang tadi. Sepertinya Tuhan memang meninginkan kau dan aku untuk bersama. Sehari sebelum aku memperkenalkan Firyal kepada kedua orang tuaku, aku tiba-tiba hilang contact dengannya. Dia tidak dapat dihubungi. Saat aku datang ke rumahnya pun aku tidak mendapati dia di sana. Rumahnya kosong. Aku sangat pusing, saat itu. Bingung apa yang harus aku lakukan. Akhirnya aku meng-iya-kan perjodohan ini.” Pandangannya tetap sama.
“Jadi, kau menikah dengan ku karena terpaksa, hah ?” Tanyanyaku dengan nada manja.
Dia tertawa. Aku mendongakkan wajahku. Ternyata suamiku ini sangat tampan, dengan alisnya yang tebal, senyum yang manis.hmmm
“Dia sempurna, Tuhan.” Ujarku pelan.
Dia berhenti tertawa, sepertinya dia mendengar ucapanku. Oh my god. Apa yang sudah aku katakan ? Aku berani bertaruh, sebentar lagi dia akan membangga-banggakan dirinya sendiri.
Dia menatapku. Semenit. Dua menit. Tiga menit. Sampai di menit ke sepuluh, dia membuka suaranya.
“Kau pun sempurna, Ana” Aku kembali menatapnya. Jantung ini berdetak tidak seperti biasanya. Ada apa dengan ku ? Apa aku mulai mencintai laki-laki yang sedang memelukku
ini ? Rupanya aku mulai mencitai suamiku. Lebih tepatnya, aku mulai menyadari perasaan itu.

“Berhenti menatapku dengan tatapan memuji seperti itu, Ana ! Aku tahu aku tampan, baik hati, ti …”
Aku mengecup bibirnya singkat dan berhasil membuatnya menghentikan ucapannya yang membuatku muak itu. Apa aku bilang ?
“Aku mencintaimu, Rey Airel Sham”
Tatapan kami bertemu. Kami tidak pernah seperti ini sebelumnya. Meskipun kami telah menikah, tapi aku tidak pernah berada dalam pelukannya seperti ini. Tidur pun kami tidak pernah bersama. Dia mengalah untuk tidur di sofa kamar, sedangkan aku tidur di tempat tidur. Dia sangat baik. Dan aku akan meninggalkan laki-laki sebaik ini ? Oh Tuhan. Aku hampir saja melepas malaikatku.
“Aku lebih mencintaimu, Citra Sahanaya” Dia tersenyum, kemudia mencium keningku dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Tapi aku menggeleng dengan cepat
“Mulai sekarang, nama panjangku Citra Sham.” Lontarku dengan gaya seperti komandan yangs edang memerintah prajuritnya.
“Siapppp, nyonya Sham !” Laki-laki di hadapan ku ini berdiri dan menirukan gaya prajurit yang sedang hormat kepada komandannya. Sikap tubuhnya dibuat tegak. Dia lucu sekali.
“Aku ingin tidur dipelukanmu, boleh ?” Tanyaku dengan hati-hati.
“Suami macam apa aku jika tidak mengizinkan isterinya tidur dipelukannya ?”
Tawaku berhambur.
Aku pun tertidur di pelukannya. Rasanya aku ingin menghentikan waktu. Aku suka suasana ini. Tetap seperti ini. Hanya ada aku dan dia, suamiku.Aku bersamanya.
“……”
“Maaf nyonya, waktu sudah larut malam. Sudah tidak ada lagi kereta yang beroperasi. Apa nyonya akan tidur di sini ?”
Suara laki-laki itu membangunkan ku dari tidurku. Dimana Airel ? Kenapa dia meninggalkanku sendiri di sini ? Mataku menyapu seluruh sisi stasiun. Mencari sosok yang sedang memelukku tadi. Sosok yang aku cintai. Tapi nihil. Aku tidak menemukannya.
“Hmmmm, aku akan pulang. Terimakasih sudah membangunkanku” Ujarku kepada laki-laki separu baya di hadapanku ini dan pergi meninggalkan stasiun.
“Ternyata tadi hanya mimpi.” Ujarku seraya berjalan menuju pintu keluar stasiun.
Tapi, sepertinya aku benar-benar telah jatuh hati kepada Airel. Aku tidak ingin meninggalkannya, mimpi itu telah menyadarkanku. Aku akan pulang. Kembali kepada Airel, suamiku.” Aku mengehentikan ucapanku sejenak.
“Andai sajaa, mimpi tadi adalah nyata. Itu adalah momen terindah yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku” Lanjutku pada diriku sendiri sambil tersenyum malu.




“Nyonya Sham ?”
Aku menoleh dan mendapati sosok yang ku cari tadi. Sosok yang sabar menghadapiku selama satu tahun ini. Sosok yang ternyata aku cintai. Dia berdiri di belakangku sambil tersenyum manis ke arahku.
“Airel ?” Sapaku setengah tak percaya dan langsung memeluknya dengan erat.
“Kenapa kau meninggalkanku sendirian di dalam stasiun, bodoh ?!” Ujarku setelah berhasil melepas pelukanku dengan Airel.
“Berhenti memanggilku bodoh, Ana ! Aku ini pintar !”
“Yayayaya, whatever ! Jawab pertanyaaku !” Jawabku dengan memberi tatapan mengintrogerasi.
“Tadi kau tidur dengan sangat pulas. Aku tidak tega membangunkanmu untuk mengajakmu ke parkiran. Apalagi aku memarkir mobilku di parkiran luar stasiun karena parkiran di dalam stasiun tutup pukul tujuh malam. Jadi aku memutuskan untuk mengambil mobil di parkiran luar dan memindahkannya ke depan stasiun. Agar aku mudah membawamu ke mobil. Kau tahu kan, aku tidak cukup kuat untuk meggendongmu terlalu jauh. Berat badanmu kannnn….”
“Apa ? Berat badanku kenapa, hahh ? Ayo lanjutkan kalimatmu !”
“Tidak, tidak papahhh” Dia terlihat menahan tawa dan tiba-tiba dia menggendongku di atas pundaknya.
“Turunkan aku, Airel ! Aku bukan anak kecil !” Aku memuluk-mukul punggung Airel agar dia menurunkanku dari pundaknya ini, tapi dia malah mengacuhkanku dan terus berjalan menuju mobilnya.
Aku pasrah. Dia tetap saja tidak mendengarkanku. Dan aku harus mengikuti caranya ini sampai ke mobil.






Cinta akan datang kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Sekuat apapun kita menolaknya, jika takdir sudah dituliskan-Nya, kita bisa apa ? Ikuti saja alurnya.






“Tumbuhkanlah cinta, bukan mencarinya. Karena cinta ada untuk dirasakan”–Amelia Yahya­–

Copyright © 2009 Ada manis dalam pahit All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.